Mengapa begitu sulit meminta salinan duplikat ijazah Presiden Joko Widodo? Padahal ijazah itu bukan sekadar dokumen pribadi, melainkan syarat sah pencalonan jabatan publik tertinggi di negeri ini. Saya sudah mencoba meminta secara resmi, tetapi jawabannya sama: ditolak. Bahkan, penolakan ini dilakukan lewat keputusan formal KPU yang kemudian memicu kegaduhan publik.
Permohonan ke KPU RI Ditolak
Pada 3 Agustus 2025, saya mengajukan permohonan informasi publik ke KPU RI dengan Formulir Nomor 2025/KPU/0000/PPID/M/VIII/1. Dua minggu kemudian, lewat email tertanggal 25 Agustus 2025, KPU RI menjawab: permohonan saya tidak bisa dipenuhi.
Alasannya? Karena pada 21 Agustus 2025, KPU sudah mengeluarkan Keputusan Nomor 731 Tahun 2025 yang menetapkan seluruh dokumen persyaratan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, termasuk fotokopi ijazah, sebagai informasi publik yang dikecualikan.
Permohonan ke KPU DKI Jakarta Pun Ditolak
Saya tidak berhenti di pusat. Pada 24 Agustus 2025, saya mengirim permohonan lewat email ke KPU Provinsi DKI Jakarta. Jawaban datang lewat Surat Nomor 1215/HM.03-SD/31/2025 tanggal 4 September 2025. Lagi-lagi ditolak.
Kali ini, dasar hukumnya adalah Keputusan KPU Nomor 1351 Tahun 2024 tanggal 26 September 2024 tentang pengecualian dokumen pencalonan dalam Pilkada (Gubernur, Bupati, Walikota). Aneh, karena yang saya minta adalah dokumen pencalonan Presiden, bukan Pilkada. Tetapi KPU DKI tetap bersikukuh menolaknya.
Apa Bedanya Kedua Keputusan Itu?
Sepintas terlihat sama—sama-sama menutup akses publik. Namun kalau dibandingkan, ada perbedaan yang signifikan.
Perbandingan Aspek Formil
Aspek | KepKPU 1351/2024 | KepKPU 731/2025 |
---|---|---|
Tanggal Penetapan | 26 September 2024 | 21 Agustus 2025 |
Ketua KPU Penandatangan | Mochammad Afifuddin | Mochammad Afifuddin |
Objek Pengaturan | Informasi publik pencalonan Pilkada (Gubernur, Bupati, Walikota) yang dikecualikan. | Dokumen persyaratan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang dikecualikan. |
Dasar Hukum | - UU 7/2017 jo. UU 7/2023 (Pemilu). - PKPU 8/2019 (Tata Kerja). - PKPU 14/2020 jo. 21/2023 (Sekretariat Jenderal). - PKPU 22/2023 jo. 11/2024 (Informasi Publik). - PKPU 8/2024 jo. 10/2024 (Pencalonan Pilkada). | - UU 7/2017 jo. UU 7/2023 (Pemilu). - PKPU 8/2019 (Tata Kerja). - PKPU 14/2020 jo. 21/2023 (Sekretariat Jenderal). - PKPU 19/2023 jo. 23/2023 (Pencalonan Presiden/Wapres). - PKPU 22/2023 jo. 11/2024 (Informasi Publik). |
Pihak Uji Konsekuensi | Internal KPU (Ringkasan Lembar Uji Konsekuensi No. 11/2024). Personel tidak dijelaskan. | KPU RI bersama IR Komarudin, S.H., M.M. & Partners (Lembar Uji Konsekuensi No. 1/2025). |
Bentuk Keputusan | Menetapkan formulir pencalonan Pilkada (dukungan, pencalonan parpol, persetujuan parpol, riwayat hidup, pernyataan calon) sebagai informasi publik yang dikecualikan. | Menetapkan dokumen syarat pencalonan Presiden/Wapres (KTP, akta lahir, SKCK, kesehatan, LHKPN, NPWP, riwayat hidup, ijazah, pernyataan, surat pengunduran diri, dll) sebagai informasi publik yang dikecualikan. |
Jangka Waktu Pengecualian | 5 (lima) tahun. | 5 (lima) tahun, dapat dibuka bila ada persetujuan tertulis calon atau terkait jabatan publik. |
Kelemahan Formil | Tidak jelas siapa tim uji konsekuensi. Transparansi rendah. | Uji konsekuensi melibatkan pihak eksternal, bertentangan dengan Perki SLIP 1/2021 Pasal 21 ayat (1). Potensi cacat formil. |
Perbandingan Aspek Materil
Aspek | KepKPU 1351/2024 | KepKPU 731/2025 |
---|---|---|
Jenis Dokumen yang Dikecualikan | Formulir dukungan, pencalonan, persetujuan, riwayat hidup, pernyataan. | Semua dokumen syarat Pilpres, termasuk ijazah. |
Alasan Pengecualian | Data pribadi (NIK, alamat, agama, dll). | Data pribadi, tapi juga diakui ada kepentingan publik. |
Konsekuensi Jika Dibuka | Membuka rahasia pribadi calon Pilkada. | Bisa membuka data pribadi, tapi juga membuktikan keaslian ijazah. |
Kepentingan Publik | Bisa dipenuhi dengan menghitamkan data pribadi. | Diakui ada kepentingan publik, tapi tetap ditutup. |
Kontradiksi | Konsisten menutup data pribadi. | Kontradiktif: mengakui kepentingan publik tapi tetap menutup dokumen penting. |
Kelemahan Materil | Menutup dokumen yang seharusnya bisa diakses dengan masking. | Menutup dokumen vital (ijazah Presiden), padahal menyangkut jabatan publik tertinggi. |
Reaksi Publik: Geram hingga Keputusan Dicabut
Keputusan KPU Nomor 731/2025 ini ternyata cepat viral. Publik geram karena KPU menutup rapat dokumen yang menyangkut pencalonan Presiden. Gelombang kritik datang dari media, akademisi, hingga masyarakat sipil.
Akhirnya, KPU mencabut Keputusan 731/2025 lewat Keputusan KPU Nomor 805 Tahun 2025 tanggal 16 September 2025, yang ditandatangani Ketua KPU Mochammad Afifuddin.
Pencabutan ini menunjukkan bahwa tekanan publik bisa membalik keputusan lembaga negara. Namun, pencabutan itu tidak otomatis berarti permohonan informasi saya dipenuhi.
Status Terbaru: Menunggu Jawaban Keberatan
Saat ini, saya telah mengajukan keberatan resmi terhadap penolakan KPU RI maupun KPU DKI Jakarta. Saya masih menunggu jawaban formal dari kedua lembaga tersebut.
Apakah KPU akan membuka dokumen—setidaknya dengan cara menghitamkan data pribadi—atau tetap menutup rapat semuanya? Jawaban mereka akan menjadi ujian serius: apakah prinsip keterbukaan informasi publik benar-benar dijunjung tinggi, atau sekadar jargon belaka.
Dr. Bonatua Silalahi
Peneliti Independen (Scopus Author ID: 58787855000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar