Democracy is Dead ketika Komisi Informasi Tidak Membela Keterbukaan
by Dr. Bonatua Silalahi
Dalam negara demokratis, informasi publik bukan sekadar berkas atau dokumen administratif. Informasi adalah hak asasi, sumber kedaulatan rakyat, dan alat paling efektif untuk mengawasi kekuasaan. Tanpa informasi, publik menjadi buta—dan kekuasaan akan bergerak tanpa kontrol.
Karena itu, lahirlah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU/14/2008): untuk memastikan negara tidak boleh menutup diri dari rakyatnya.
Namun ada pertanyaan mendasar yang menguji jantung demokrasi:
Apa yang terjadi apabila lembaga yang seharusnya menjadi benteng keterbukaan justru ikut menutup informasi?
Apa jadinya bila Majelis Komisioner Komisi Informasi, yang secara hukum diberi mandat untuk membela keterbukaan, justru memihak badan publik yang menutup informasi tanpa dasar yang sah?
Jawabannya sederhana tetapi menghancurkan:
š„ Democracy is Dead.
Demokrasi tidak selalu mati dengan kudeta atau senjata. Kadang ia mati pelan-pelan melalui penutupan informasi yang direstui oleh lembaga yang semestinya menjaganya.
Ketika Komisi Informasi:
- menerima alasan pengecualian tanpa Uji Konsekuensi,
- mendukung penutupan tanpa dasar,
- menolak prinsip “informasi pada dasarnya terbuka”,
maka pada saat itu:
Rakyat kehilangan mata.
Pengawasan publik lumpuh.
Negara menjadi gelap.
Dan demokrasi berhenti bernapas.
Karena:
Tanpa keterbukaan—tidak ada akuntabilitas.
Tanpa akuntabilitas—tidak ada kontrol publik.
Dan tanpa kontrol publik—tidak ada demokrasi.
Tidak ada demokrasi tanpa keterbukaan informasi.
Tidak ada keterbukaan informasi tanpa Komisi Informasi yang tegak memihak publik.
Itulah mengapa setiap sidang sengketa informasi bukan hanya sengketa administratif, tapi pertarungan mempertahankan denyut demokrasi.