Cari Blog Ini

Mitos Si Raja Batak: Pengkerdilan Sejarah



Si Raja Batak: Pengkerdilan Sejarah

By. Dr. Bonatua Silalahi

 

1.     Pendahuluan.

    Si Raja Batak adalah sosok mitologis yang diyakini sebagai leluhur pertama masyarakat Batak Toba. Namun, ada pandangan bahwa mitologi ini justru merendahkan keaslian asal usul Suku tersebut, karena dengan menerima kisaran hidup Si Raja Batak di antara 960–1150 M, maka Batak dianggap sebagai pendatang sebelum kedatangan suku Melayu. Menurut William Marsden, suku Melayu berasal dari pasukan Aleksander Agung yang tersasar ke Singapura sekitar abad ke-2 SM. Jika Si Raja Batak memang berasal dari kerajaan lain yang sudah mengenal peradaban modern seperti mengenal mata uang dan peleburan logam, maka seharusnya Raja Batak Angesirry Timorraja tidak akan melakukan sistem barter dengan Portugis pada Perang Batak-Aceh tahun 1539 demi mendapatkan senjata berbahan logam, sebagaimana dicatat oleh Fernao Mendes Pinto.

2.     Mitologi dan Kosmologi Si Raja Batak.

    Menurut kepercayaan Batak, manusia pertama berasal dari Banua Ginjang (dunia atas), tempat bersemayamnya Mulajadi Na Bolon, dewa pencipta dalam sistem kepercayaan Batak. Si Raja Batak kemudian turun ke bumi dan menetap di Gunung Pusuk Buhit, yang dianggap sebagai titik awal peradaban Batak.

Konsep kosmologi Batak mengenal tiga dunia:

  • Banua Ginjang – Dunia atas tempat para dewa.
  • Banua Tonga – Dunia tengah tempat manusia hidup.
  • Banua Toru – Dunia bawah tempat roh dan arwah leluhur.

Dalam buku Pustaha dohot Tarombo Batak karya W.M. Hutagalung, disebutkan: "Si Raja Batak adalah leluhur pertama yang turun dari Banua Ginjang dan menetap di Pusuk Buhit, tempat awal mula peradaban Batak."

Sementara dalam penelitian Ypes dan Vergouween, terdapat kutipan tentang mitologi penciptaan: "Orang Batak memiliki kosmologi sendiri tentang penciptaan bumi dan manusia. Mitologi Batak mengenal alam terbagi atas tiga banua, yakni Banua Ginjang atau dunia atas, Banua Tonga atau dunia tengah dan Banua Toru atau dunia bawah."

3.     Silsilah Si Raja Batak hingga Silahi Sabungan.

    Sistem Tarombo menunjukkan garis keturunan Si Raja Batak yang berkembang menjadi berbagai marga Batak. Si Raja Batak memiliki dua putra utama:

  • Guru Tatea Bulan, yang menurunkan marga Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, dan Siregar.
  • Raja Isumbaon, yang menurunkan keturunan Tuan Sorimangaraja, Raja Asiasi, dan Sangkar Somalidang.

Dari keturunan Tuan Sorimangaraja, lahir Nai Suanon, yang kemudian menurunkan empat anak dari isteri pertama, dari merekalah beberapa marga besar seperti Sibagot ni Pohan, Sipaettua, Silahi Sabungan dan Raja Oloan.

Mengambil contoh salah satu keturunan diatas yaitu dari garis Raja Silahi Sabungan, yang menjadi leluhur dari marga Silalahi yang memiliki beberapa anak yang kemudian menurunkan berbagai marga:

  • 1)     Sihaloho
  • 2)     Situngkir
  • 3)     Sondi
  • 4)     Sinabutar
  • 5)     Sidabariba
  • 6)     Sinabang
  • 7)     Pintubatu
  • 8)     Tambunan
  • 9)     Turgan

Berdasarkan silsilah ini, keturunan Raja Silahi Sabungan dari jalur Penulis (Sondi), generasi terjauh berada di generasi ke-19 ditambah 5 generasi ke Si Raja Batak, sehingga jika kita menghitung mundur dengan asumsi rata-rata satu generasi 25–30 tahun, maka Si Raja Batak diperkirakan hidup sekitar 960–1150 M. Jika kita memakai metode lain yaitu sistem range dengan asumsi usia termuda berproduksi adalah 12 tahun dan usia tertua bereproduksi tertua adalah 70 tahun maka diperoleh range tahun diperkirakan hidup 344-1736 M (rata-rata 1040). 

Perhitungan diatas memakai pendekatan umur rata-rata (optimum) untuk mengunci variabel periode satu generasi, namun ini juga bisa dihitung dengan pendekatan realistis memakai umur rata-rata Pria bisa berregenerasi yaitu disaat mulai akil balik (minimum) sampai usia Umur Harapan Hidup (maksimum) karena Pria seumur hidupnya mampu beregenerasi. Adapun hasilnya adalah bahwa Tahun Hidup Si Raja Batak tergambarkan di rentang tahun 344 - 1736 M sebagaimana pada simulasi perhitungan berikut:



4.     Si Raja Batak dan Kerajaan Sezamannya.

    Jika Si Raja Batak hidup pada abad ke-10 hingga ke-12, maka ia sezaman dengan berbagai kerajaan besar di Nusantara dan Asia Tenggara, seperti:

  • a. Sriwijaya (700–1300 M), kerajaan maritim di Sumatra yang masih berjaya pada masa hidup Si Raja Batak.
  • b.Medang dan Kahuripan (Jawa, 900–1050 M), yang berkembang menjadi Kediri pada abad ke-12.
  • c. Champa (Vietnam, 800–1400 M), kerajaan maritim yang memiliki hubungan dagang dengan Nusantara.
  • d.     Khmer (Kamboja, 800–1500 M), yang mencapai puncak kejayaan pada abad ke-12 dengan pembangunan Angkor Wat.
  • e.      Chola (India selatan, 300 SM-1279 M) mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-11, terutama di bawah pemerintahan Raja Rajaraja I (985–1014 M) dan Rajendra Chola I (1014–1044 M).

Batak kemungkinan memiliki kontak dengan Sriwijaya, mengingat kerajaan ini mengendalikan perdagangan di Sumatra. Meskipun tidak ada bukti interaksi langsung dengan kerajaan lain, posisi geografis Batak di jalur perdagangan internasional menunjukkan kemungkinan hubungan tidak langsung dengan kerajaan-kerajaan maritim seperti Champa.

5.     Bukit Bakkara dan Manusia Batak dalam Catatan William Marsden

    Selain Gunung Pusuk Buhit, beberapa versi mitologi juga mengaitkan Bukit Bakkara sebagai pusat kekuasaan Batak. Bukit Bakkara kemudian menjadi tempat asal Si Singamangaraja, pemimpin spiritual dan politik Batak. William Marsden dalam bukunya The History of Sumatra (1783) mencatat: "Mereka tidak berpura-pura mengetahui penciptaan bumi dan air asli ini, tetapi mengatakan bahwa pada masa ketika bumi dan air menutupi segalanya, dewa utama, Bataraguru, memiliki seorang putri bernama Puti-orla-bulan, yang meminta izin untuk turun ke wilayah yang lebih rendah ini, dan karenanya turun dengan seekor burung hantu putih, ditemani seekor anjing; tetapi karena tidak dapat melanjutkan perjalanan di sana karena air, ayahnya menjatuhkan gunung yang tinggi dari surga, bernama Bakarra, yang sekarang terletak di wilayah Batak, sebagai tempat tinggal bagi anaknya; dan dari gunung ini semua daratan lainnya berangsur-angsur terbentuk. Bumi sekali lagi ditopang oleh tiga tanduk Naga-padoha, dan agar ia tidak akan pernah membiarkannya jatuh lagi, Batara-guru mengirim putranya, bernama Layang-layang-mandi (secara harfiah berarti burung layang-layang yang menukik) untuk mengikat tangan dan kakinya. Tetapi mereka menganggap bahwa ia sesekali menggelengkan kepalanya sebagai akibat dari gempa bumi. Puti-orla-bulan kemudian, selama tinggal di bumi, memiliki tiga orang putra dan tiga orang putri, yang darinya muncullah seluruh umat manusia”.

Jadi jelaslah terlihat bahwa jauh sebelum Mitos PusukBuhitisme dimunculkan Vergouween dan kawan-kawan pada bukunya tahun 1930, Mitos sejenis sudah dicatatkan oleh Marsden.

Cerita ini lebih klasik karena setara dengan zaman dimana Bumi tertutup oleh Air mirip cerita Peristiwa air bah sering dikaitkan dengan berbagai legenda dan catatan sejarah, terutama dalam kisah Banjir Nabi Nuh, yang disebutkan dalam Alkitab dan Al-Qur'an. Berdasarkan beberapa sumber, peristiwa ini diperkirakan terjadi sekitar 3.400 SM, atau sekitar 5.400 tahun yang lalu.

6.     Pembunuhan Karakter Batak sebagai Negara Jajahan.

    J.C. Vergouwen adalah seorang Antropolog Belanda yang banyak mengkaji masyarakat dan hukum adat Batak Toba. Ia dikenal melalui bukunya Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba terbit tahun 1930, yang membahas secara mendalam tentang struktur sosial, sistem hukum, dan adat istiadat Batak, dia memperkenalkan sosok W.M. Hutagalung, seorang Asisten demang Pemerintahan Kolonial yang saat itu dipimpin Residen Tapanuli bernama W.K.H. Ypes. Pada akhirnya ketiga Tokoh ini terlibat aktif menanamkan sosok mitos Si Raja Batak yang pada awalnya disebutkan khusus untuk orang Toba saja namun akhirnya secara ideologi menjalar ke suku bangsa Batak lainnya.

Kerajaan Inggris menyerahkan Pulau Sumatera sepenuhnya kepada Kerajaan Belanda secara resmi berdasarkan Traktat London tahun 1830, meskipun Inggris belum sempat menjajah Tanah Batak namun kegiatan intelijen telah dilakukan yang dikemas dalam penelitian melalui para agennya William Marsden tahun 1772, dilanjutkan Ibbetson tahun 1822 dan diakhiri oleh John Anderson tahun 1823. Sebagaimana disebut diatas, Marsden sudah mencatat keberadaan mitologi Bakkaraisme dan bukunya juga telah beredar di Eropa ditahun 1787, semestinya Antropolog sekelas Vergouwen sudah membaca buku itu paling tidak mengetahui terdapat mitologi lain selain PusukBuhitisme yang hanya berjarak sekitar 30 KM dari sana. Daerah Bakkara merupakan pusat wilayah kekuasaan Sisingamangaraja XII yang telah gugur pada tanggal 17 Juni 1907, kuat dugaan bahwa pengaruh beliau masih kuat dikalangan orang Batak. Disamping itu, belum lama para Arkeolog juga telah melakukan serangkaian uji karbon terhadap benda-benda sisa peradaban manusia di Pusuk Buhit yang ternyata paling tua hanya berumur sekitar 600 tahunan.

Jika benar demikian, maka Pemerintahan Hindia Belanda melalui agen-agennya J.C. Vergouwen, W.K.H Ypes dan W.M. Hutagalung sengaja memasukkan ideologi PusukBuhitisme demi mengadu domba (Devide et Impera) untuk mengurangi pengaruh Ideologi Bakkaraisme.

Salam Literasi

Refferensi:

  • Marsden, W. (1811). The History of Sumatra (3rd ed.). Longman, Hurst, Rees, Orme, and Brown.
  •  Pinto, F. M. (1989). The Travels of Mendes Pinto (R. D. Catz, Trans.). University of Chicago Press. (Original work published 1614)
  •  Vergouwen, J. C. (1964). The Genealogy of the Batak People. In The Social Organization and Customary Law of the Toba-Batak of Northern Sumatra (pp. 5-16). Dordrecht: Springer Netherlands.

 

POSTINGAN UNGGULAN

ASIMETRI INFORMASI dan VARIASI TAROMBO pada SUKU BATAK

Marga dan Tarombo pada Suku Batak Apa itu Marga dan Tarombo? Marga adalah nama keluarga yang diwariskan secara turun-temurun dalam masyaraka...