oleh: Dr. Bonatua Silalahi
Kota Medan, sebagai pusat perdagangan dan budaya di Sumatera Utara, memiliki sejarah panjang yang terus menarik perhatian para sejarawan dan peneliti. Menurut catatan resmi Pemerintah Kota Medan, kota ini didirikan oleh Guru Patimpus pada 1 Juli 1590—tanggal yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Medan setelah perumusan yang panjang oleh Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan. Keputusan ini akhirnya disahkan oleh DPRD Tingkat II Medan pada Maret 1975, menggantikan peringatan sebelumnya yang jatuh pada 1 April 1909.
Namun, penelitian lebih lanjut mengungkap fakta yang mengundang diskusi: apakah benar Medan telah berdiri lebih awal dari yang selama ini diyakini? Jawaban atas pertanyaan ini mungkin tersembunyi dalam catatan sejarah yang ditinggalkan oleh John Anderson dalam bukunya Mission to The East Coast of Sumatra (1826). Buku ini merupakan hasil dari kunjungannya ke wilayah Sumatera pada tahun 1823, dan di dalamnya ia mencatat keberadaan seorang kepala suku bernama Tuanku Pulo Barian, yang mendirikan pemukimannya di hulu Sungai Deli, tepatnya di sebuah tempat bernama Meidan.
Meidan dan Medan: Sebuah Kajian Linguistik dan Sejarah
Anderson secara rinci menggambarkan letak pemukiman Meidan dengan latar Sungai Deli dan percabangannya, serta menyebutkan berbagai pemukiman lain di wilayah kekuasaan Sultan Deli. Catatannya tidak hanya bersifat deskriptif tetapi juga kuantitatif, mencantumkan populasi serta komposisi suku penduduk di daerah tersebut. Dari perspektif linguistik, istilah Medan dan Meidan memiliki kemiripan fonetik (homofon), sehingga muncul dugaan bahwa Meidan yang dimaksud Anderson merujuk pada cikal bakal Kota Medan.
Menariknya, Anderson juga mencatat bahwa nama asli Tuanku Pulo Barian adalah Radin Inu dari Suku Melayu Kejuruan Santun. Radin Inu memiliki tiga saudara, salah satunya bernama Manja Kaya, yang dikenal sebagai Rajah Graha. Fakta ini semakin memperkuat hipotesis bahwa pemukiman Meidan yang disebutkan dalam sumber tersebut merupakan embrio Kota Medan yang kita kenal saat ini, sementara Danai yang disebut Anderson kemungkinan besar merujuk pada Medan Denai—suatu wilayah yang memiliki sungai bernama Denai.
Implikasi Historis dan Kajian Ulang Hari Jadi Kota Medan
Dengan bukti-bukti ini, muncul satu pertanyaan besar: Apakah Kota Medan sebenarnya telah berdiri lebih awal dari yang selama ini diyakini? Berdasarkan telaah terhadap catatan Anderson, ada indikasi kuat bahwa Kota Medan telah mulai terbentuk sekitar atau sebelum 16 Januari 1823 oleh Radin Inu. Fakta ini membuka kemungkinan bagi kajian ulang terhadap narasi sejarah dan penetapan Hari Jadi Kota Medan.
Upaya menelusuri ulang sejarah ini bukan sekadar revisi data, tetapi juga penghormatan terhadap perjalanan panjang kota dalam membentuk identitasnya. Jika kajian mendalam membuktikan adanya perbedaan signifikan dalam penetapan tanggal berdirinya Medan, maka peninjauan kembali sejarahnya dapat menjadi langkah penting dalam menghadirkan keakuratan dan ketepatan historis. Dengan dukungan berbagai pihak, terutama Walikota dan DPRD Kota Medan serta institusi terkait, gagasan ini diharapkan dapat menjadi bahan diskusi yang menghasilkan kesimpulan yang lebih berlandaskan fakta serta dapat dipertanggungjawabkan.
Revisi sejarah, jika dilakukan secara cermat dan berbasis bukti, tidak hanya memperkaya narasi tentang Kota Medan, tetapi juga memperkuat identitas budaya kota ini sebagai salah satu kota paling berpengaruh di Indonesia. Semoga kajian ini dapat menjadi panduan bagi generasi mendatang dalam memahami sejarah kota dengan lebih akurat dan penuh kebanggaan.
Referensi:
Anderson, J. (1826). Mission to The East Coast of Sumatra. William Blackwood and T. Cadell.
Silalahi, B. (2025). JOHN ANDERSON 1823: MISI KE PANTAI TIMUR SUMATERA: Terjemahan lengkap disertai ulasan Sejarah versi Pires, Pinto, Marsden dan Kekinian. Widina Media Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar