Masih hangat perdebatan di masyarakat atas polemik disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan menjadi Undang-undang pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang digelar pada Selasa tanggal 11/7/2023, meskipun sering di Demo (Aksi Unjuk Rasa) oleh para tenaga medis khususnya Dokter. Adu Argumen mengerucut kepada pihak Pro Demonstran (Dokter) dan Pro RUU (Pemerintah yang diwakili Kementerian Kesehatan) sedangkan masyarakat pinggiran berada pada posisi yang tak perduli karena bagi mereka semua sama saja.
Karl Marx (Das kapital,1864) menandai Era Kapitalis dengan "segala sesuatu dapat diukur dengan modal (kapital)", besaran Modal sangat menentukan pertumbuhan usaha dan dalam rangka memperoleh tambahan Modal bagi perusahaan modal terbatas untuk pertamakali (Amsterdam, 1611) perusahaan Dagang Belanda Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) memperkenalkan istilah Saham yaitu sebuah bukti kepemilikan Modal yang diperjual-belikan dengan sejumlah nilai uang, dengan harapan perusahaan semakin berkembang seiring bertambahnya Modal dimana keuntungan dibagi dan kerugian ditanggung para pemilik Modal. Dengan Tujuan keuntungan yang sebesar-besarnya maka mulail diciptakan praktek Perbudakan demi mendapat biaya Pekerja Murah, melegalkan penjajahan agar mendapatkan Lahan Perkebunan luas yang menghasilkan bahan baku untuk industri (Kapas, kopi, karet, coklat dll) serta cara-cara lain dalam bentuk persaingan tidak sehat. Atas fenomena ini Karl Marx menilai kapitalisme sebagai sistem sosio-ekonomi yang kejam dan eksploitatif.
Kapitalisasi pendidikan: proses yang menjadikan semua aset yang dimiliki dalam pendidikan sebagai barang modal yang harus mendatangkan keuntungan (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Setelah 400 tahun berkembang, saat ini kapitalisasi sistim Saham telah berkembang luas merambah ke seluruh sektor antara lain Pertanian; Pertambangan; Industri Dasar dan Kimia; Konstruksi, Properti dan Real Estate; Konsumsi; Keuangan; Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi; Teknologi, Media dan Telekomunikasi & Kesehatan.
Dalam hal dinamika terkait pengesahan UU Kesehatan, Pendemo & didemo dapat dipandang sebagai Investor Pribadi & Korporasi, Pribadi itu adalah orang yg mengeluarkan modal banyak selama pendidikan untuk jadi Sarjana Kedokteran, Dokter, Dokter Spesialis dan terakhir Konsultan. Berdasarkan pengalaman pribadi dan informasi masyarakat luas untuk menjadi seorang Dokter apalagi Spesialis biayanya sangatlah mahal luar biasa terlebih lagi di Perguruan Tinggi Swasta, dalam hal ini praktek Kapitalisasi Dunia Pendidikan menyebabkan para Dokter harus berinvestasi super mahal. Disisi lain, Investor korporasi adalah Pemilik Rumah Sakit, Produsen Alat Kesehatan & Obat-obatan. Investasi ini jelas dikelola oleh Lembaga pencari profit dan tentunya sudah pasti menjalankan idiologi Kapitalis dengan invesatasi sangat besar seperti membangun RS berfasilitas lengkap, import alat-alat kesehatan dan pelatihan operatornya, mengurus perizinan bahkan sesuai UU terbaru dapat mendatangkan Dokter asing.
Investasi Pendidikan Dokter jelas menuntut kepastian Return of Investment (RoI), jika diandaikan biaya yang dikeluarkan untuk menjadi Dokter Umum sebesar Satu Milyar Rupiah maka setelah bekerja jika berharap 5 tahun RoI maka dia harus bisa menyisihkan gajinya sebesar Dua Ratus Juta Rupiah pertahun atau 16 Juta Rupiah sebulan, jika dokter tersebut bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bergaji 10 juta perbulan maka sangat jelas RoI tidak akan pernah tercapai, pilihan paling rasional adalah bekerja ditempat yang bisa memperoleh pasien yang mampu membayar sebanyak-banyaknya dan sudah pasti itu bukan di Desa ataupun Daerah pedalaman. Asumsi ini belum memperhitungkan tabungan yang dipersiapkan untuk mengambil Spesialis yang biayanya sangat besar karena tidak diperbolehkan bekerja selama mengikuti pendidikan Spesialis lebih kurang 4 tahun. Faktanya Dokter yang baru menjadi PNS Penghasilan perbulannya ternyata hanya Rp. 5.947.234 (golongan III-B), jelas bahwa untuk mencapai RoI yang minimal berpenghasilan bersih 16 juta perbulan terpaksa para dokter harus bekerja ditempat lain.
Lantas dalam hal ini ke Investor manakah keberpihakan Pemerintah? menurut saya Pemerintah jelas memihak ke Korporasi, terlihat dalam sosialisasi RUU acapkali pemerintah membuat propaganda membawa isu kesalahan dokter sehingga RUU dibuat untuk dapat memberikan solusi kedepannya. Keberpihakan ini juga ternyata telah diduga sedari awal para pemilik saham korporasi makanya tak heran jika pada saat Pengesahan UU dilakukan Saham Emiten bidang Kesehatan langsung melejit naik dan memperkaya para pemilik Rumah Sakit dan produsen Obat maupun alat kesehatan. Lantas siapa yang memikirkan nasib masyarakat (pasien) yang menjadi lahan para Investor?
Mestinya Menteri Pendidkan ikut disertakan dalam pembahasan bagaimana Kapitalisasi Dunia Pendidikan (kesehatan) menyebabkan berbiaya tinggi, apa jaminan investasinya kembali, apa salahnya kalo Calon Dokter yang sekolah saat ini disubsidi semurah-murahnya agar tidak memikirkan cara pengembalian Investasinya setelah bekerja.
Kapitalisasi Dunia Pendidikan khususnya Kesehatan sangat membahayakan Idiologis Pancasila karena at the end masyarakat akan diposisikan sebagai ladang sumber profit para Investor, kalo sudah begini siapa yang membela kaum Marhaen? (Bona TS/Pemikiran Pendiri Bangsa).